Hari pertama Desember 2010. Aku melanjutkan perjalanan ke desa Tanjung Pasir, Tangerang, Banten. Tidak sendiri memang. Saat itu, ribuan pasang kaki melangkah menuju pesisir desa tersebut. Ribuan pasang mata tertuju pada satu lokasi tempat sebuah tenda besar tegak berdiri.
Ya, orang-orang berdesakan di tenda itu. Beberapa orang sibuk mencari kursi tak bertuan dan bergegas mendudukinya. Beberapa orang lainnya memilih mengamati ribuan bibit pohon berbagai jenis yang diatur rapi di atas hamparan tanah berpasir, siap untuk ditanam.
Ada yang menarik perhatian. Sebagian besar dari mereka yang datang adalah wanita, kalau aku tidak salah lihat tentunya.
Dilihat dari cara bersolek, mereka bukan dari kalangan rakyat jelata sepertiku. Bedak yang menempel di muka mereka bisa dibilang tebal, gincu cerah mencolok memoles bibir mereka. Dan tentu saja, kaca mata hitam dan lebar bertengger di atas hidung.
Memang ada kaum adam di sana. Namun, kali ini, para pria harus mengakui dominasi perempuan yang juga nyonya-nyonya pejabat teras negeri ini.
Mereka berada di pesisir untuk menyambut Bu Ani Yudhoyono, istri Pak SBY. Bu Ani sedang punya hajat besar, yaitu gerakan peningkatan kualitas masyarakat dan lingkungan hidup di pesisir.
Harus saya akui, semangat nyonya-nyonya itu sungguh luar biasa. Mereka menyanyi, bertepuk tangan, sampai tertawa kecil hingga terbahak-bahak.
Ibu-ibu pejabat dan panitia sigap mempersiapkan segala sesuatu untuk satu tujuan, semua rangkaian acara berjalan lancar ketika Sang Ibu Negara tiba.
Laksana persiapan upacara bendera, semua yang hadir mengikuti sesi latihan sesuai tata urutan acara. Sang pembawa acara, mbak Tia Maryadi, luwes membacakan susunan acara sambil mengarahkan setiap anggota untuk melaksanakan tugas masing-masing.
Kaum jelata yang akan diberi bantuan atau santunan dilatih cara naik panggung, dan dibimbing harus berdiri di tempat tertentu di atas panggung. Petugas khusus--lengkap dengan alat komunikasi berkabel atau tanpa kabel-- dengan sabar menuntun mereka.
Sesi persiapan ini juga menyertakan tata cara bertepuk tangan sebagai salah satu "mata pelajaran". Semua hadirin harus tahu persis kapan harus bertepuk tangan.
"Ramah" lingkungan
Bu Ani tiba di tempat acara menjelang pukul sembilan pagi. Puji Tuhan, semua berjalan lancar. Semua petugas , penerima santunan, dan penonton berhasil menjalankan peran masing-masing. Berlatih dengan sungguh-sungguh terbukti tidak sia-sia.
Ibu Negara menyaksikan dengan seksama setiap rangkaian acara, hingga tiba gilirannya berpidato. Sang Ibu berpidato dengan lancar, tentu saja karena dibantu dengan teks yang sudah disiapkan sebelumnya.
Acara selanjutnya adalah menanam bibit pohon. Tunggu dulu, jangan Anda bayangkan kegiatan yang satu ini akan dilaksanakan dengan cara biasa. Setiap kegiatan nyonya pejabat, apalagi dihadiri oleh wanita nomor satu di republik, harus tertata rapi.
Panitia telah membuat ratusan lubang berdiameter sekitar 20 cm di hamparan pesisir yang luas, tepat di samping tenda tempat Bu Ani berpidato. Lubang-lubang itu berjajar rapi, dengan jarak yang terukur.
Di setiap lubang terdapat sebatang bibit pohon, ember, dan papan hijau bertuliskan nama nyonya pejabat lengkap dengan jenis bibit pohon yang ditanam. Handuk putih bersih diletakkan di atas papan tersebut. Dengan demikian, para nyonya tak perlu takut kotor. Hebat kan? Sungguh disiapkan dengan baik. Orang Inggris bilang, "well prepared".
Sesi menanam pohon dilakukan serempak. Sesaat setelah Bu Ani menekan tombol sirine, para nyonya pejabat serempak memasukkan bibit pohon ke lubang, menguruknya dengan tanah seperlunya, mengelap tangan,...dan biarkan petugas yang lain menyelesaikan sesi penanaman hingga tuntas.
Acara Nyonya-nyonya pejabat di pesisir ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Desa Tanjung Pasir dipilih sebagai tempat peresmian Desa Sejahtera hasil binaan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu.
Peresmian itu ditandai dengan bunyi sirine dan pelepasan ribuan balon karet warna-warni. Ribuan balon karet itu melayang tinggi dan sebagian jatuh di atas air laut, karena memang saat itu angin berhembus ke arah laut.
Aku membayangkan, semua balon itu pasti akan jatuh di laut atau di pesisir jika gas yang membuatnya melayang telah habis.
Keindahan balon itu sangat mungkin sirna dalam kurun waktu tertentu. Dan tidak mustahil, ribuan balon itu pada akhirnya akan menjadi sampah di pesisir.
Kucoba mencari tahu apa sebenarnya kandungan dalam karet yang menjadi bahan dasar pembuatan balon. Laman Institut Teknologi Bandung menyebut produk dan buangan industri karet sangat mungkin mengandung NH3 atau yang kita kenal sebagai amoniak. Bahan kimia ini berbau sangat menyengat dan bersifat racun untuk pernafasan manusia. Waduh...!?!
*****Ya, orang-orang berdesakan di tenda itu. Beberapa orang sibuk mencari kursi tak bertuan dan bergegas mendudukinya. Beberapa orang lainnya memilih mengamati ribuan bibit pohon berbagai jenis yang diatur rapi di atas hamparan tanah berpasir, siap untuk ditanam.
Ada yang menarik perhatian. Sebagian besar dari mereka yang datang adalah wanita, kalau aku tidak salah lihat tentunya.
Dilihat dari cara bersolek, mereka bukan dari kalangan rakyat jelata sepertiku. Bedak yang menempel di muka mereka bisa dibilang tebal, gincu cerah mencolok memoles bibir mereka. Dan tentu saja, kaca mata hitam dan lebar bertengger di atas hidung.
Memang ada kaum adam di sana. Namun, kali ini, para pria harus mengakui dominasi perempuan yang juga nyonya-nyonya pejabat teras negeri ini.
Mereka berada di pesisir untuk menyambut Bu Ani Yudhoyono, istri Pak SBY. Bu Ani sedang punya hajat besar, yaitu gerakan peningkatan kualitas masyarakat dan lingkungan hidup di pesisir.
Harus saya akui, semangat nyonya-nyonya itu sungguh luar biasa. Mereka menyanyi, bertepuk tangan, sampai tertawa kecil hingga terbahak-bahak.
Ibu-ibu pejabat dan panitia sigap mempersiapkan segala sesuatu untuk satu tujuan, semua rangkaian acara berjalan lancar ketika Sang Ibu Negara tiba.
Laksana persiapan upacara bendera, semua yang hadir mengikuti sesi latihan sesuai tata urutan acara. Sang pembawa acara, mbak Tia Maryadi, luwes membacakan susunan acara sambil mengarahkan setiap anggota untuk melaksanakan tugas masing-masing.
Kaum jelata yang akan diberi bantuan atau santunan dilatih cara naik panggung, dan dibimbing harus berdiri di tempat tertentu di atas panggung. Petugas khusus--lengkap dengan alat komunikasi berkabel atau tanpa kabel-- dengan sabar menuntun mereka.
Sesi persiapan ini juga menyertakan tata cara bertepuk tangan sebagai salah satu "mata pelajaran". Semua hadirin harus tahu persis kapan harus bertepuk tangan.
"Ramah" lingkungan
Bu Ani tiba di tempat acara menjelang pukul sembilan pagi. Puji Tuhan, semua berjalan lancar. Semua petugas , penerima santunan, dan penonton berhasil menjalankan peran masing-masing. Berlatih dengan sungguh-sungguh terbukti tidak sia-sia.
Ibu Negara menyaksikan dengan seksama setiap rangkaian acara, hingga tiba gilirannya berpidato. Sang Ibu berpidato dengan lancar, tentu saja karena dibantu dengan teks yang sudah disiapkan sebelumnya.
Acara selanjutnya adalah menanam bibit pohon. Tunggu dulu, jangan Anda bayangkan kegiatan yang satu ini akan dilaksanakan dengan cara biasa. Setiap kegiatan nyonya pejabat, apalagi dihadiri oleh wanita nomor satu di republik, harus tertata rapi.
Panitia telah membuat ratusan lubang berdiameter sekitar 20 cm di hamparan pesisir yang luas, tepat di samping tenda tempat Bu Ani berpidato. Lubang-lubang itu berjajar rapi, dengan jarak yang terukur.
Di setiap lubang terdapat sebatang bibit pohon, ember, dan papan hijau bertuliskan nama nyonya pejabat lengkap dengan jenis bibit pohon yang ditanam. Handuk putih bersih diletakkan di atas papan tersebut. Dengan demikian, para nyonya tak perlu takut kotor. Hebat kan? Sungguh disiapkan dengan baik. Orang Inggris bilang, "well prepared".
Sesi menanam pohon dilakukan serempak. Sesaat setelah Bu Ani menekan tombol sirine, para nyonya pejabat serempak memasukkan bibit pohon ke lubang, menguruknya dengan tanah seperlunya, mengelap tangan,...dan biarkan petugas yang lain menyelesaikan sesi penanaman hingga tuntas.
Acara Nyonya-nyonya pejabat di pesisir ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan. Desa Tanjung Pasir dipilih sebagai tempat peresmian Desa Sejahtera hasil binaan Solidaritas Istri Kabinet Indonesia Bersatu.
Peresmian itu ditandai dengan bunyi sirine dan pelepasan ribuan balon karet warna-warni. Ribuan balon karet itu melayang tinggi dan sebagian jatuh di atas air laut, karena memang saat itu angin berhembus ke arah laut.
Aku membayangkan, semua balon itu pasti akan jatuh di laut atau di pesisir jika gas yang membuatnya melayang telah habis.
Keindahan balon itu sangat mungkin sirna dalam kurun waktu tertentu. Dan tidak mustahil, ribuan balon itu pada akhirnya akan menjadi sampah di pesisir.
Kucoba mencari tahu apa sebenarnya kandungan dalam karet yang menjadi bahan dasar pembuatan balon. Laman Institut Teknologi Bandung menyebut produk dan buangan industri karet sangat mungkin mengandung NH3 atau yang kita kenal sebagai amoniak. Bahan kimia ini berbau sangat menyengat dan bersifat racun untuk pernafasan manusia. Waduh...!?!
Foto-foto: koleksi pribadi
4 comments:
kalo pejabat semua perempuan, akan lahirlah, aksi para suami pejabat
di pesisir....(gak enak banget ya
dengernya).
salam sontrot !!!
Mungkin perlu dibentuk Solidaritas Suami Kabinet Indonesia Bersatu (karena ada juga menteri perempuan di kabinet Pak Beye, hehehe...)
hidup balonnn...... ( loh koq balon.... )
Mantab, op3nk :)
Post a Comment