Wednesday, January 05, 2011

"Jangan!...Bapak Presiden Tidak Senang"

Dia tidak banyak bicara. Bahasanya ringkas. Suaranya berat, seakan tertekan oleh timbunan otot tubuhnya. Kalimat bertingkat jarang keluar dari mulutnya ketika berbicara di hadapan sejumlah wartawan di Komplek Istana Kepresidenan.

Dia adalah Kolonel Eko Margiono. Jangan main-main dengannya. Mendengar jabatannya saja mungkin anda akan berpikir ulang untuk "cengengesan". Dia adalah Komandan Grup A Pasukan Pengamanan Presiden.

Sebelum mulai berbicara, Pak Eko harus meninggikan penyangga mikrofon yang baru saja digunakan oleh pembicara sebelumnya. Rupanya, penyangga mikrofon itu tidak terlalu tinggi untuk menyesuaikan dengan postur sang kolonel.

Saat itu, 4 Desember 2010, pak kolonel didaulat untuk memberikan arahan tentang "kode etik" peliputan di komplek Istana Kepresidenan.

Tanpa banyak cakap, pak kolonel menegaskan pihak Paspampres tidak berniat untuk membatasi dan mencampuri pekerjaan para kuli tinta. Paspampres, katanya, hanya berusaha menegakkan perilaku ideal bagi setiap orang yang bertugas di Istana, termasuk wartawan.

Dan sejumlah larangan pun disampaikan.

Saya hanya mampu mengingat beberapa larangan saja. Yang paling saya ingat adalah soal rokok. Semua yang masuk ke komplek Istana dilarang keras merokok di sembarang tempat. Sejumlah ruangan khusus telah disediakan bagi mereka yang "kebelet" menghisap lintingan tembakau yang sengaja dibakar itu.

Pak kolonel tidak menyebut alasan kesehatan untuk larangan merokok itu. Satu-satunya alasan yang dia sebutkan adalah kenyataan bahwa Pak Presiden SBY tidak merokok.

"Kalau masuk ke suatu tempat dan tercium bau rokok, bapak presiden tidak senang," begitu kira-kira pak kolonel menjelaskan.

Dengan alasan itu, Paspampres akan sangat leluasa melarang siapapun untuk merokok sembarangan ketika ada presiden di tempat itu.

Pak kolonel mengaku pernah menegur seorang pejabat tinggi sebuah stasiun televisi swasta di dalam pesawat kepresidenan. Saat itu, sang pejabat sedang asyik mengepulkan asap rokok yang baru saja dia hisap di dalam kabin pesawat. Saat itu juga, sang kolonel menegur dan memberikan dua pilihan, matikan rokok atau pergi kokpit pesawat jika tetap ingin merokok.

Kolonel Eko tidak melanjutkan cerita. Entah apa akhirnya yang dipilih oleh bos televisi itu. Yang jelas, dia harus melewati para menteri dan presiden jika "ngotot" merokok di kokpit. Waduhh...saya tak bisa membayangkan kalau harus "mundhuk-mundhuk" di depan presiden :)

Larangan berikutnya terkait dengan rambut. Pak Kolonel menghimbau semua yang masuk ke Istana atau mengikuti kegiatan presiden untuk menata rambut dengan rapi.

"Tidak harus cepak," katanya.

Dia kemudian menjelaskan, rambut panjang boleh, asalkan ditata dengan rapi. Ketika pak kolonel bicara soal rambut, saya langsung membayangkan pak presiden SBY yang berambut rapi jali...bahkan selalu basah tertata setiap kali tampil di hadapan rakyatnya.

Selain rokok, Paspampres juga sangat perhatian dengan urusan jongkok. Tapi kali ini tidak disampaikan oleh Kolonel Eko.

Alkisah, ada seorang wartawan wanita yang sedang jongkok di suatu tempat di komplek istana. Si mbak wartawan melakukannya setelah seorang anggota Paspampres meminta rombongan wartawan untuk menghentikan langkah karena iring-iringan mobil kepresidenan akan memasuki istana. Mungkin si mbak jongkok sambil menunggu instruksi untuk kembali melangkah.

Posisi enak si mbak wartawan tidak bertahan lama. Pak Paspampres dengan sigap memintanya kembali berdiri. "Nanti pak presiden lihat," kata Pak Paspampres.

Oke, cukup. Sekarang kita bicara tentang pakaian. Kali ini, giliran Kepala Biro Pers dan Media, DJ Nachrowi yang memberikan pembekalan kepada para wartawan.

Pria yang akrab disapa Pak DJ (baca: pak dije) itu mengulas pakaian yang pantas bagi semua "penghuni" istana. Pak DJ merinci pakaian yang layak versi istana adalah celana atau rok berbahan bukan jins, kemeja, batik, dan sepatu resmi.

"Istana adalah simbol kenegaraan," begitu kurang lebih alasan Pak DJ.

Pak DJ mengatakan, semua yang masuk ke istana, termasuk wartawan, tidak boleh memakai "blue jeans". Tapi, bapak yang satu ini tidak menjelaskan apakah jins dengan warna lain boleh dipakai atau tidak.

Pak DJ juga tidak memberikan toleransi kepada segala macam jenis celana berbahan elastis dan melakat ketat di kulit. Anak sekarang menyebutnya "legging". Pakaian jenis ini tidak boleh dikenakan di dalam istana, meski dipadukan dengan jenis pakaian resmi yang lain. Mohon pecinta atau pemerhati mode untuk memaklumi, hehehe...

Sepatu olah raga dan sandal juga menjadi "barang terlarang" di istana. Intinya kegiatan di istana, kecuali kegiatan khusus, adalah acara resmi yang hanya boleh dihadiri oleh mereka yang berpakaian resmi pula. Wah..saya jadi khawatir, bisa jadi saudara-saudara kita di pedalaman--yang juga warga negara--harus menanggalkan identitas kebudayaan dan kearifan lokal jika hendak ke istana :(

Omong-omong soal sandal; kalau memang sandal tidak boleh dipakai di istana, apa arti foto berikut menurut anda?

*****
Foto-foto diunduh dari www.google.co.id

5 comments:

Unknown said...

hanya ada dua peraturan
1. saya selalu benar
2. bila saya salah, lihat pasal satu

op3nk said...

ijin kopi paste gan ^^... boleh gak ?!?

Lilik said...

@Jay: hahahahaha....sepakat
@Openk: dengan senang hati, bro. Silakan :)

Olin said...

mungkin ketika pake sendal itu pak presiden kakinya sedang lecet..hakakak
halo mas..berjumpa juga kita di blog :)

Lilik said...

Olin: mungkin lagi ada mata ikan :)