Wednesday, March 23, 2011

Libya yang Berminyak dan Berdarah

Libya dikeroyok oleh pasukan koalisi dari beberapa negara. Negeri di sisi utara Benua Afrika itu hancur lebur setelah diterpa serangan udara yang mengatasnamakan perlindungan terhadap rakyat sipil.

Muammar Gaddafi, presiden Libya, juga tak luput dari serangan. Bahkan, menurut pemberitaan internasional, Gaddafi menjadi target dan alasan utama serangan terhadap Libya.

Sang Kolonel Gaddafi dianggap membahayakan karena tega memerintahkan tentara untuk menembak rakyat Libya yang menuntut perubahan. Namun demikian, menurut pemberitaan AFP, pasukan koalisi belum bisa mengetahui keberadaan Gaddafi.

Amerika Serikat dan sekutunya yang tergabung dalam pasukan koalisi melakukan serangan secara terstruktur. Mereka menggempur kekuatan udara Libya, yang kemudian diteruskan dengan menghancurkan segala kekuatan pendukung militer negeri itu.

AFP melaporkan, sejumlah kapal perang Amerika Serikat dan satu kapal selam Inggris telah menembakkan lebih dari 120 rudal Tomahawk pada awal serangan ke Libya.

Sejumlah pesawat tempur, termasuk milik Prancis, juga dilibatkan untuk melumpuhkan kekuatan militer Libya.

Serangan pasukan koalisi itu didasarkan pada resolusi 1973 yang dikeluarkan oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Resolusi itu mengesahkan keputusan zona larangan terbang di Libya dan memerintahkan semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi warga sipil.

Awalnya, gertakan PBB itu ditanggapi dengan niat gencatan senjata dari kubu Gaddafi. Namun, pada akhirnya pasukan koalisi memutuskan membombardir Libya karena mereka menganggap Gaddafi tetap menyiksa rakyat dan ingkar janji.

Serangan awal itu memperjelas peta geo-politik dunia dan mengidentifikasi pihak-pihak yang saling bemusuhan. Paling tidak, pihak-pihak di balik serangan itu mudah dikenali, karena mereka telah bertemu sesaat sebelum serangan pertama menghujam di Libya.

Pihak-pihak yang bertemu itu adalah Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, para pimpinan Eropa, Menlu Amerika Serikat Hillary Clinton, Sekjen PBB Ban Ki-moon, serta beberapa utusan Liga Arab, seperti Jordania, Maroko, Qatar, dan Uni Emirat Arab. Pertemuan yang berlangsung di Prancis itu menyepakati penggunaan kekuatan udara untuk melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB.

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama menegaskan, kebijakan politik Amerika Serikat adalah menuntut Gaddafi mundur dari jabatannya.

"Kebijakan AS adalah Gaddafi harus mundur," kata Obama saat konferensi pers bersama Presiden Chile, Sebastian Pinera.

Obama menegaskan, operasi militer negara-negara koalisi adalah bentuk perlindungan terhadap warga sipil Libya dari kekejaman Gaddafi.

"Amerika Serikat tidak bisa diam tanpa kata sementara Gaddafi, yang telah kehilangan legitimasinya, membunuh rakyatnya dan mengancam akan melakukan lebih banyak pembunuhan lagi," kata Obama.

Minyak

Serangan terhadap Libya membuka kembali luka lama dalam perseteruan geo-politik dunia. Keputusan pasukan koalisi ditentang oleh rival abadi, terutama Kuba dan negara-negara lainnya.
Kementerian Luar Negeri Kuba secara resmi mengutuk serangan terhadap Libya. Seperti dilaporakan oleh kantor berita Xinhua, serangan itu adalah bentuk intervensi asing terhadap kedaulatan sebuah negara.

Kementerian Luar Negeri Kuba juga menyatakan dukungan untuk mempertahankan keutuhan wilayah Libya dan kedaulatan atas sumber daya negara itu.

Diskusi tentang sumber daya atau kekayaan Libya pasti berkaitan dengan potensi minyak. Tidak dapat dipungkiri, pemerintahan Libya dibangun di atas tanah yang mengandung minyak--komoditas berharga yang seringkali diperebutkan.

Organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC) menyatakan, komoditas utama Libya adalah minyak. Selain itu, Libya juga masyur dalam hal cadangan gas dan gipsum.

Dalam laman resminya, OPEC menyatakan sektor minyak menyumbang 95 persen pendapatan ekspor Libya. Minyak juga menopang seperempat pendapatan negara dan sekitar 60 persen dari total upah penduduknya.

OPEC menyatakan, produksi minyak yang melimpah dan jumlah penduduk yang tidak terlalu banyak membuat Libya menjadi negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di Benua Afrika.
Nuansa yang sama juga dipaparkan oleh badan intelijen Amerika Serikat (CIA) dalam laman resminya. CIA memiliki data yang sangat rinci tentang Libya, mulai dari kondisi geografis hingga pemerintahan, mulai dari sejarah negeri itu hingga kekayaannya.

CIA sependapat dengan OPEC bahwa minyak dan gas adalah produk andalan Libya. Bahkan, dinas rahasia Amerika Serikat itu "mengendus" Libya akan menjadi daya tarik internasional, dengan memompa produksi minyak hingga tiga juta barel per hari pada 2012.

Pada 2009, menurut CIA, produksi minyak di negeri itu mencapai 1,79 juta barel per hari. Kondisi itu menghantarkan Libya menempati urutan ke 18 dalam daftar negara-negara di dunia yang memproduksi minyak paling besar.

Produksi minyak itu mengalahkan United Kingdom yang ikut-ikutan menyerang Libya dan hanya mampu memompa minyak 1,5 juta barel per hari. Prancis, negara anggota koalisi yang juga menyerang Libya, mengalami hal yang sama. Prancis terseok-seok dan hanya mampu menghasilkan minyak hampir 80 ribu barel per hari.

Namun demikian, Libya memang masih tertinggal dari Irak. Irak yang telah ditumbangkan oleh Amerika Serikat itu mampu menghasilkan minyak 2,39 juta barel per hari.

Amerika Serikat sendiri mampu menghasilkan minyak hingga 9,05 juta barel per hari. Namun sebagian besar dari produksi itu untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Amerika Serikat hanya mampu mengekspor minyak sejumlah 1,7 juta barel per hari.

Sebaliknya, menurut CIA, Libya mampu menjual sebagian besar minyaknya ke luar negeri. Negeri itu menjual minyak sebanyak 1,54 juta barel per hari dari total produksi 1,7 juta bareal per hari.

CIA bahkan melaporkan, Libya masih memiliki cadangan minyak hingga mencapai 47 miliar barel pada 2010, atau menempati posisi ke-9 dalam daftar negara sedunia dengan cadangan minyak terbesar. Jumlah ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh OPEC, bahwa negeri itu masih memiliki cadangan minyak sebanyak 46,42 miliar barel.

Khusus untuk cadangan minyak, masih menurut CIA, Libya mengalahkan Amerika Serikat. Cadangan minyak negeri Paman Sam itu semakin menipis, yaitu 19,12 miliar barel.

Potensi Libya bukan hanya minyak. Negeri yang pendapatan per kapitanya mencapai 13.800 dolar AS pada 2010 itu juga bisa menghasilkan gas sebanyak 15,9 miliar meter kubik pada 2008.

Negeri itu juga memiliki cadangan gas sebanyak 1.539 triliun meter kubik pada 2010, sehingga berada pada urutan ke 23 dalam daftar negara dengan cadangan gas terbesar di dunia.

Selain itu, Libya juga dikenal dalam industri perminyakan dan industri ketenagalistrikan. Bahkan, negeri itu juga memiliki cadangan dalam bentuk mata uang asing dan emas hingga mencapai 107,3 miliar dolar AS pada 2010.

Sampai dengan hari ketiga, pasukan koalisi masih bersikeras bahwa serangan yang dilaksanakan murni untuk melindungi warga sipil dari kekejaman Gaddafi.

Namun, fakta yang terjadi memperlihatkan bahwa Libya adalah negara kaya minyak yang bergolak secara mendadak. Negeri itu bergolak setelah dua negeri yang mengapitnya, Tunisia dan Mesir, dilanda huru-hara dan tumbang lebih dulu.

Jika Libya menyusul tumbang, maka tiga negeri itu akan menjadi negeri "kalah" yang secara geografis berada pada garis lurus di sisi utara benua Afrika dan berdekatan dengan Terusan Suez--sebuah jalur perdagangan yang ramai.


Bagaimanapun, posisi geo-politik itu akan sangat menguntungkan bagi mereka yang memenangkan perang. Sebuah perang yang berlangsung di atas ceceran darah dan semburan minyak dari perut bumi.



*****

Sayup-Sayup Reshuffle

Aburizal Bakrie melangkah tenang memasuki komplek Istana Kepresidenan. Ketua Umum DPP Partai Golkar yang sering disapa Ical itu masuk istana melalui pintu yang sering dilalui oleh para menteri yang ingin menghadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Politikus yang juga pengusaha itu datang ke Istana pada Selasa sore (8/3) dengan menggunakan sedan Lexus bernomor polisi B 1907 A. Dia masuk ke Istana melalui gerbang bagian luar yang menghadap Jalan Veteran.

Mobil itu kemudian berhenti di tempat parkir yang biasa digunakan untuk memarkir mobil para menteri.

Beberapa saat kemudian, mobil itu merapat ke gerbang lapis berikutnya--gerbang yang biasa dilewati sejumlah pejabat menuju bagian dalam komplek istana.

Aburizal kemudian keluar dari mobil setelah sampai di depan gerbang yang dijaga ketat itu. Dia langsung mengayunkan kaki dengan tenang dan memasuki halaman dalam istana tanpa bersedia memberi keterangan kepada wartawan.

Aburizal datang ke komplek Istana Kepresidenan untuk hadir dalam pertemuan empat mata dengan Presiden Yudhoyono. Mereka membicarakan permasalahan koalisi partai politik.
Pertemuan kedua tokoh itu berlangsung singkat, tidak sampai satu jam. Meski singkat, keduanya mencapai kata sepakat.

"Iya sepakat. Untuk memperbaiki koalisi menjadi lebih baik," kata Aburizal setelah pertemuan.

Ia menegaskan, Golkar mendukung upaya partai-partai koalisi untuk menyelesaikan berbagai masalah prinsipil sehingga pengelolaan negara bisa berjalan lebih baik.

"Nanti secara bersama-sama kita benahi, kita cari objektifnya untuk sesuatu tujuan yang lebih baik. Tujuan yang lebih baik untuk kesejahteraan rakyat. Itu yang kita bicarakan," katanya menambahkan.

Dalam pertemuan itu, menurutnya, Presiden Yudhoyono menekankan perlunya evaluasi sehingga masalah-masalah kecil tidak lagi menggangu kerja sama partai-partai koalisi pemerintah.

"Kita sepakat bahwa ini tinggal tiga setengah tahun lagi. Efektifnya tiga tahun dalam pemerintahan. Kita sepakat bahwa tiga tahun ini harus dimanfaatkan secara maksimal," kata Aburizal.

Kesepakatan

Pertemuan Presiden Yudhoyono dan Aburizal laksana pendulum atau bandul yang bergantung pada seutas tali. Tanpa pendulum, tali itu akan berkibas tak tentu arah karena tertiup angin. Kata "kesepakatan" yang diucapkan beberapa kali oleh Aburizal menyerupai pendulum yang bisa meredam gerakan, sehingga kini tali dalam posisi stabil.

Fakta yang muncul adalah, dua hari setelah komunikasi Presiden Yudhoyono dengan Aburizal Bakrie, sejumlah pihak lingkaran dalam Istana seperti sepakat untuk mengatakan bahwa komunikasi politik yang dilakukan oleh Presiden Yudhoyono tidak berhubungan langsung dengan perombakan kabinet (reshuffle-red).

Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha mengatakan, komunikasi itu bisa berujung pada penyesuaian dalam kesepakatan baru antarpartai koalisi pendukung pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

"Bisa saja ada beberapa penyesuaian dalam kesepakatan baru. Namun persisnya akan kembali pada keputusan akhir yang disepakati antara presiden dan pimpinan parpol," katanya.

Sehari setelah itu, Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik, Daniel Sparingga menegaskan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum membicarakan nama orang dalam komposisi Kabinet Indonesia Bersatu II karena presiden masih fokus pada penataan koalisi di tingkat partai politik.

"Belum sampai pada pos dan orang," katanya.

Menurut dia, Presiden sampai saat ini baru membangun komunikasi pada tingkat partai politik. Komunikasi dengan pimpinan partai politik itu akan terus dilakukan sampai ada kesepakatan tentang penataan koalisi.

"(komunikasi dengan parpol) masih berlangsung, dan proses itu akan memasuki babak baru, yaitu merumuskan pertimbangan-pertimbangan penting untuk pada akhirnya dipakai sebagai bahan pertimbangan menata koalisi," ujarnya.

Menurut dia, diskusi tentang perombakan kabinet itu sebenarnya adalah akibat jika ada hal-hal tertentu yang terjadi dalam penataan koalisi.

Namun, dia kembali menegaskan, sampai saat ini presiden belum pernah membicarakan nama orang dalam susunan kabinet.

"Percakapan mengenai orang, sebenarnya sampai hari ini, belum menyentuh membicarakan orang," katanya menegaskan.

Pada hari yang sama, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi juga menegaskan, evaluasi dan komunikasi Presiden dengan partai politik yang tergabung dalam koalisi maupun di luar koalisi tidak terkait dengan reshuffle kabinet.

"Dikaitkan dengan apa yang tengah dilakukan oleh Presiden Yudhoyono saat ini dan kegiatan ini masih terus berlangsung yaitu penataan kembali etika dan efektifitas koalisi, evaluasi terhadap kinerja menteri tersebut tidak terkait langsung," katanya.

Sudi menjelaskan Presiden Yudhoyono tidak pernah mengatakan akan melakukan reshuffle dalam waktu dekat.

Pernyataan seragam itu akhirnya ditutup oleh Presiden Yudhoyono saat membuka sidang kabinet paripurna di kantor kepresidenan, Kamis (10/3).

Presiden menegaskan, dirinya tidak pernah mengatakan akan melakukan reshuffle dalam jangka waktu tertentu.

"Kepada masyarakat luas, sabar jernih dan logis terutama mereka yang terus goreng isu reshuffle dengan persepsi sendiri, saya akan lakukan reshuffle bila sungguh diperlukan, jangan ada pemaksaan, percayalah semua ada tujuan, alasan dan aturan manakala reshuffle dilakukan," katanya.

Pada kesempatan itu, presiden tidak menyinggung secara khusus dan rinci pernyataan yang dia sampaikan sebelumnya bahwa ada satu atau dua partai politik yang telah melanggar kesepakaran koalisi.

Pernyataan para pihak lingkaran dalam Istana itu senada. Mereka menegaskan, komunikasi politik yang terjadi adalah untuk menata koalisi. Hal itu membuat pendapat sejumlah pihak tentang reshuffle menjadi teriakan yang semakin sayup-sayup.

Mengulangi pernyataan Juru Bicara Kepresidenan, Julian Aldrin Pasha, komunikasi antara presiden dengan sejumlah petinggi partai itu bisa jadi hanya berujung pada kompromi alias kesepakatan.

Kebiasaan berkompromi para elit ini sebenarnya sudah diprediksi oleh Antonio Gramsci, seorang pemikir politik asal Italia.

Puluhan tahun silam, dia berkata "Politikus membayangkan manusia sebagaimana adanya, dan pada saat yang sama, sebagaimana seharusnya, untuk mencapai tujuan tertentu; tugas ini memaksa orang untuk bergerak, keluar dari adaan mereka sekarang agar dapat mencapai tujuan-tujuan bersama, artinya `menyesuaikan diri` dengan tujuan tertentu."
*****

Politik Gertak Sambal

Sejak hampir lima abad silam, seorang menteri disamakan dengan seorang pelayan yang wajib mengabdi kepada atasannya. Seorang atasan memiliki hak untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan seseorang bekerja sebagai pelayan.

Niccolo Machiavelli, filosof politik asal Italia, adalah orang yang menyatakan hal itu. Machiavelli secara tegas menyatakan hal tersebut dalam sebuah buku yang dia tulis pada 1513, "The Prince".

"...seorang pangeran, dengan sekelompok pembantu yang mendampinginya sebagai para menteri untuk memerintah kerajaan atas namanya dan dengan izinnya," demikian diungkapkan Machievelli dalam buku itu.

Dia dikenal sebagai filosof yang blak-blakan menyatakan bahwa seorang penguasa yang ingin tetap berkuasa haruslah akrab dengan tipu muslihat, kelicikan, dan dusta. Meski demikian, filosofi politik dan kekuasaan yang ditawarkannya mengilhami sejumlah praktik kenegaraan di berbagai belahan bumi.

Akhir-akhir ini, "gonjang-ganjing" posisi menteri melanda dunia politik Indonesia. Hal ini terutama dialami oleh para menteri yang juga petinggi partai politik.

Alam politik Indonesia, menurut sejumlah pihak, penuh dengan gertak sambal. Politisi saling gertak, meski tidak menggunakan bahasa yang kasar dan menghentak. Namun, maksud yang disampaikan cukup jelas, yaitu untuk saling mengunci dan mematahkan pendapat.

Masih jelas teringat ketika sejumlah media massa memberitakan pernyataan politisi Partai Demokrat, Ruhut Sitompul yang terang-terangan berniat membuka keburukan Partai Golkar. Ruhut bersuara keras setelah muncul gejala bahwa partai berlambang pohon beringin itu akan tetap mengusung hak angket DPR yang terkait dengan mafia perpajakan.

Jika suara keras Ruhut itu dianggap sebagai gertakan, maka sebaliknya, pihak Partai Demokrat dan kubu pendukungnya juga menganggap niat sejumlah partai untuk menggunakan hak angket perpajakan merupakan sebuah gertakan dan manuver politik.

Lepas dari siapa menggertak dan isi gertakannya, kemelut hak angket perpajakan itu dimenangkan oleh kubu Partai Demokrat.

Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya memutuskan menolak usulan hak angket pajak. Hasil pemungutan suara menunjukkan 266 suara menolak dan 264 menerima.
Dalam pemungutan suara itu, anggota Fraksi Partai Demokrat hadir 145 orang dan seluruhnya menyatakan menolak.

Sementara, F-PAN hadir 43 orang dan solid menyatakan menolak. Begitu juga F-PPP yang hadir 26 orang dan sepakat untuk menolak.

Sementara itu, F-PKB hadir 28 orang, 26 orang di antaranya menolak. Sedangkan dua orang, yakni Lili Wahid dan Effendi Choirie menyatakan menerima usulan hak angket. Dan F-Gerindra yang hadir 26 orang, seluruhnya menyatakan menolak.

Sementara itu, F-PG hadir 106 orang dan solid untuk menerima. Sedangkan dari F-PDI-P yang hadir 84 orang seluruhnya sepakat untuk menerima usulan hak angket.

F-PKS hadir 56 orang dan seluruhnya menyatakan menerima. Dan terakhir dari F-Hanura hadir 16 orang dan solid menerima.

Gertak koalisi

Keputusan rapat paripurna DPR itu paling tidak menjadi penanda untuk dua hal. Pertama, Partai Demokrat dan pendukungnya masih terlalu tangguh untuk dilawan; dan kedua, publik semakin bisa membedakan partai politik yang berjalan bersama pemerintah, dan partai yang mengambil jalan berbeda.

Hal ini menjadi perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Setelah melakukan evaluasi mendalam, presiden akhirnya memberikan pernyataan.

"Saya ingin kalau memang semua masih tetap ingin bersama-sama, berjuang dalam koalisi untuk rakyat, bangsa, dan negara, maka semua kesepakatan yang disebut "code of conduct" atau tata etika yang sebelas butir ini harus betul-betul dipatuhi, diindahkan, dan dijalankan," katanya.

Menurut presiden, salah satu butir nota kesepahaman yang ditandatangani oleh pimpinan partai politik dengan dirinya pada Oktober 2009 adalah koalisi dilaksanakan atau berlaku di bidang eksekutif dan legislatif.

Presiden bahkan sudah secara tegas menyebut kemungkinan pemberian sanksi kepada mereka yang tidak patuh. Dia juga sudah mulai membahas perombakan kabinet, sesuatu yang selama ini selalu ditutupi.

"Jika tidak, ke depan tentu sanksi harus diberikan. Dalam penataan kembali koalisi yang Insya Allah akan kami lakukan dalam waktu dekat ini, jika memang ada partai politik tidak lagi bersedia mematuhi atau menaati kesepakatan yang sudah dibuatnya bersama-sama saya dulu, tentu partai politik seperti itu tidak bisa bersama-sama lagi dalam koalisi," tuturnya.

Presiden memang tidak secara gamblang menyebut nama partai politik yang sudah dianggap menyimpang. Namun, berdasar gambaran umum yang terjadi di DPR, sejumlah pengamat menyimpulkan bahwa kedua partai itu adalah Golkar dan PKS.

Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar yang yang juga Menko Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono, menyatakan, Golkar tidak pernah ingkar terhadap nota kesepahaman yang dibuat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Menurut dia, yang terjadi sebenarnya hanyalah perbedaan pendapat yang merupakan suatu pilihan terbuka yang bisa saja terjadi di wilayah parlemen.

"Kalau saya baca partai, selama ini tidak ada pengingkaran. Isunya satu pendapat boleh berbeda. Memang kemudian menjadi seolah tidak kompak, tapi itu suatu pilihan yang dibuka di parlemen. Itu yang terjadi," tuturnya.

Ia mengusulkan, Presiden Yudhoyono perlu mengundang partai politik anggota koalisi guna memperbaiki komunikasi.

Agung berpendapat, Golkar seharusnya tidak diposisikan sebagai berbeda pendapat dan sebaliknya justru sudah cukup membantu dalam koalisi.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika yang juga politisi PKS, Tifatul Sembiring menyatakan siap untuk "direshuffle" (diganti) jika presiden mengambil langkah tersebut.

"Kita siap, karena kita memang ditugaskan untuk siap, mati saja siap. Bagi saya jabatan ini sebuah amanah," kata Tifatul.

Dia menegaskan, yang terjadi antara PKS dan Demokrat adalah perbedaan pendapat, bukan perselisihan. Menurut dia, hal yang terpenting saat ini adalah melakukan komunikasi dengan baik agar masalah serupa tidak terulang lagi.

Presiden Yudhoyono menekankan perlunya kesetiaan para anggota koalisi, paling tidak kesetiaan terhadap komitmen bersama.

Hal itu juga yang ditekankan oleh Machiavelli dalam "The Prince". Pada bab 22, Machiavelli menulis, jika seorang pangeran dan pelayan sudah tidak saling percaya, maka cerita akan berakhir laksana bencana bagi salah satu dari mereka.

Prinsip menuntut kesetiaan menteri dalam "The Prince" memang sedang dimainkan di atas panggung politik Indonesia.

Namun, di belakang panggung, Machiavelli juga menyusun prinsip-prinsip untuk membuat seorang pelayan setia dan jujur.

"Untuk membuat seorang pelayan jujur, seorang pangeran harus mempelajarinya, menghormatinya, memperkaya, dan memperlakukannya dengan baik," kata Machiavelli.

*****

Monday, March 07, 2011

Still Got The Blue(s), Pak Presiden

Ini tulisan tidak penting. Saya sarankan anda tidak perlu membacanya.

Ancol mendadak ramai pagi itu, Jumat pagi, 4 Maret 2011. Orang-orang berkerumun di salah satu ruang terbuka, dikenal dengan kawasan Ecopark. Mereka serempak memakai kaos putih bergambar bola dunia berwarna hijau. Tulisan di kaos itu pun sebagian besar berwarna hijau.

Mulai dari pejabat sampai petugas kebersihan hampir senada dalam hal warna. Memang sih, nasib mereka berbeda.

Semua sibuk, semua berusaha tampil menawan, semua ingin acara berjalan lancar karena Pak Presiden SBY dijadwalkan hadir. Pak presiden akan menanam pohon di kawasan itu.

Panitia sudah mengatur tempat sedemikian rupa. Kursi-kursi "berbaris" rapi seperti tentara. Karpet membentang menjadi alasnya.

Kursi-kursi itu menghadap dekorasi berwarna hijau menyala, lengkap dengan tulisan yang juga menjadi tema besar acara itu "We Do Green". Untaian bunga dan tanaman hias lainnya mempercantik dekorasi tersebut. Semuanya serba hijau, sesuai dengan tema acara.

Panitia juga memastikan agar semua yang hadir di acara itu tidak kepanasan, apalagi kehujanan. Sebuah tenda besar, lengkap dengan juntai-juntai kain, berdiri tegak.

Satu hal yang menarik perhatianku adalah warna biru yang ikut-ikutan muncul di acara yang serba hijau itu. Memang sih ada warna putih di sana. Tapi entah kenapa, warna biru ini menarik perhatianku. Boleh-boleh saja kan? Warna biru itu adalah warna kain yang menjadi ornamen tenda besar yang menjadi peneduh mereka yang hadir di acara itu. Kain biru itu membentang ke sejumlah arah dan berpusat pada satu titik di tengah tenda. Rumbai-rumbai kain itu tertata rapi.

Pihak protokol istana kepresidenan memang selalu menempatkan ketepatan berbusana dan pilihan warna sebagai bagian dari suksesnya suatu acara. Bahkan, hampir setiap informasi acara yang akan dihadiri presiden selalu mencantumkan ketentuan berbusana bagi para tamu undangan. Sebagai contoh, ketika presiden akan mengadakan kunjungan kenegaraan ke Brunei Darussalam, semua anggota rombongan dihimbau untuk tidak mengenakan pakaian berwarna kuning---sebab kuning adalah warna kebesaran kerajaan Brunei. Contoh lainnya adalah ketika presiden meresmikan Museum Batak di Sumatera Utara. Saat itu, anggota rombongan disarankan mengenakan batik khas Batak. Memang, busana dan warna menjadi pertimbangan utama di Istana.

Khusus untuk acara di Ancol, entah siapa yang "mengundang" warna biru untuk hadir. Bisa jadi protokol, bisa jadi panitia, bisa jadi tukang pemasang tenda yang mencoba berimprovisasi.

Apapula maksud menggabungkan warna biru dan hijau? tak ada yang mengerti kecuali mereka yang (punya ide) menggabungkannya.

Yang jelas, seorang konsultan warna dan penulis buku More Alive With Colors, Leatrice Eisman, menyatakan biru warna biru memiliki makna kesetiaan, ketenangan. Makna warna biru yang lain--dan cukup menarik--adalah sensitif.

Mungkin nasib sial sedang menghantui mereka yang menyiapkan acara "We Do Green" di Ancol. Tata warna dan dekorasi acara itu batal dinikmati Pak Presiden. Pak SBY memilih arah yang sama dengan para artis Java Jazz. Mereka batal menghadiri acara penanaman pohon itu. Alasannya? masih menjadi misteri :)
*****

SBY dan Inspirasi "Eat, Pray, Love"

Siapa tak tahu film bertajuk "Eat, Pray, Love"? Bahkan presiden pun terinspirasi oleh film yang dibintangi aktris kondang Julia Roberts. Salah satu penyebab film itu begitu dikenal di Indonesia, tentu saja kisah tentang Bali yang disisipkan dalam film tersebut.

Film itu bercerita tentang perjalanan hidup perempuan bernama Elizabeth Gilbert, yang bertekad tidak menikah lagi dan memutuskan untuk berkelana dan mencari arti hidup. Dalam perjalanannya, dia singgah di tiga tempat, yaitu Italia, India, dan Bali--Indonesia.

Di Italia, Gilbert menemukan berbagai hal yang terkait dengan makan. Sedangkan di India, perempuan itu berjibaku dengan devosi terhadap sesuatu yang transenden; dia belajar untuk menemukan diri dalam doa di India.

Penggalan terakhir film ini berkisah tentang Bali. Liz--panggilan Elizabeth Gilbert, belajar untuk mencintai. Sejumlah pengalamannya di Pulau Dewata itu membawanya pada pemahaman tentang cinta.

Rupanya film yang satu ini memberi kesan tertentu bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden terkesan bukan kepada sosok Liz, bukan juga kepada Bali. Yudhoyono terkesan pada pesan dalam film itu, bahwa ciri khas suatu daerah bisa menjadi daya tarik daerah itu sebagai tujuan wisata.

Inspirasi itu dia bawa ke pulau Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, pada 26 Februari 2011 lalu. Saat itu, presiden meresmikan kawasan wisata terpadu di pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura tersebut.

Yudhoyono juga diberi kehormatan untuk memberikan nama untuk kawasan wisata terpadu di kawasan itu. Kemudian, dipilihlah nama "Pesona Lagoi Bintan", sesuai dengan letaknya di Teluk Sebong, Desa Sebong Lagoi, Kabupaten Bintan.

Menurut Yudhoyono, sebuah daerah tujuan wisata hendaknya memiliki ciri khas yang bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan.

Jika Bali identik dengan "cinta" seperti digambarkan dalam kisah Elizabeth Gilbert, maka dia berharap Bintan bisa menawarkan hal yang lebih. Hal itu sesuai dengan impian untuk menjadikan Bintan sebagai kawasan wisata terpadu.

"Silakan datang ke Bintan, maka anda bisa mendapatkan makanan, anda bisa berdoa, dan anda akan menemukan cinta," kata Yudhoyono dalam bahasa Inggris saat memberikan sambutan dalam acara itu.

Presiden begitu menaruh hati kepada Kepulauan Riau, sehingga dia menggelar rapat khusus pada akhir kunjungan kerja di provinsi itu (27/2).

Tidak tanggung-tanggung, sejumlah menteri terkait langsung datang dari Jakarta. Rapat itu digelar di salah satu ruangan di Bandara Raja Haji Fisabilillah, Tanjungpinang.

Para menteri dan pejabat itu adalah Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, Menteri Perindustrian M.S Hidayat, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Gita Wirjawan.

Selain itu, juga ada Menteri Pertanian Suswono dan Ketua Komite Ekonomi Nasional Chaerul Tanjung yang tiba di Tanjungpinang menggunakan pesawat jet khusus.

Beberapa menteri yang lain sudah berada di Tanjungpinang untuk mendampingi presiden, antara lain Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, dan Mensesneg Sudi Silalahi.

Presiden pada awal kunjungan memang sudah mengatakan, akan menggelar rapat khusus sebelum kembali ke Jakarta. Dia meminta para pejabat pemerintah daerah setempat memberikan laporan pelaksanaan pembangunan dan investasi di kawasan tersebut.

"Saya minta dipresentasikan dengan lengkap," kata Yudhoyono.

Nuansa Singapura
Presiden Yudhoyono optimistis Provinsi Kepulauan Riau akan menjadi pusat ekonomi baru, sehingga bisa menyaingi Singapura.

"Tempat kita ini adalah satelit Singapura. Kita akan menjadi new economy center," kata Presiden Yudhoyono saat membuka rapat bersama pejabat Kepulauan Riau dan sejumlah menteri itu.

Yudhoyono meminta semua pihak untuk bekerja keras, sehingga pembangunan Kepulauan Riau bukan hanya menjadi pepesan kosong.

Presiden juga meminta pembangunan Kepulauan Riau memerhatikan empat sasaran utama, yaitu pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan tenaga kerja, pengurangan kemiskinan, dan pemeliharaan lingkungan.

"Pada saatnya nanti itu akan menjadi center yang tidak kalah dengan Singapura," katanya.

Yudhoyono juga menyambut baik upaya berbagai pihak untuk mengembangkan Pulau Bintan, sehingga dia dengan senang hati memberikan nama "Pesona Lagoi Bintan" dan berbagi inspirasi "Eat, Pray, Love".

Bintan adalah salah satu dari sekian banyak gugusan pulau di Provinsi Kepulauan Riau. Bintan adalah salah satu "pintu" Indonesia karena tepat berhadapan dengan Singapura di sebelah utara.

Pulau Bintan tidak terlalu besar. Seorang bisa melintas dari Tanjungpinang di sisi selatan hingga Lagoi di sisi utara hanya dalam waktu sekitar dua jam melalui jalur darat, dengan menggunakan mobil.

Sisi utara Bintan, termasuk Lagoi, kini "disulap" menjadi resort alias tempat berlibur. Kawasan ini membentang di sisi utara Pulau Bintan dengan luas mencapai ratusan hektare, dan langsung menghadap Singapura. "Pesona Lagoi Bintan" adalah salah satu proyek wisata yang digarap di kawasan itu.

Direktur PT ND Rekayasa Prima yang juga anggota konsorsium pembangunan proyek tersebut, Noegroho Djadjoesman mengatakan, nilai investasi proyek "Pesona Lagoi Bintan" mencapai Rp16,5 triliun.

"Kami merencanakan penanaman modal lebih dari Rp16,5 triliun," katanya saat memberikan sambutan di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam acara peresmian proyek tersebut.

Proyek itu dibangun oleh konsorsium yang terdiri dari PT ND Rekayasa Prima, dan dua perusahaan asing, yaitu Landmarks Berhad dan WHT Capital Sdn Berhad.

Noegroho menjelaskan, perusahaan yang berbasis di Malaysia, Landmarks Berhad, telah membeli kawasan seluas 338 hektar itu pada 2006 dan akan membangun kawasan wisata bertema "Water City Resort".

Kawasan itu memiliki sejumlah fasilitas, antara lain terminal kapal ferry internasional, terminal marina, terminal pesawat terbang laut, tempat kunjungan kapal pesiar, pelayanan imigrasi terpadu.

Kawasan itu juga menawarkan sarana wisata air, pusat perbelanjaan, hotel, taman hiburan, dan villa.

Selain itu, pengembang juga akan membangun permukiman, apartemen, ruang pertemuan, universitas, dan rumah sakit, yang semuanya berstandar internasional.

Pembangunan tahap pertama kawasan itu diperkirakan selesai pada 2015 dan terhubung dengan pulau-pulau lain di Provinsi Kepulauan Riau.

Namun, berdasar pantauan, sejumlah fasilitas di kawasan itu sudah dibangun. Lapangan golf yang terawat membentang di sisi kiri dan kanan jalan. Restoran dan sejumlah pusat kebugaran tertata apik, lengkap dengan petugas yang siap melayani dengan senyum sumringah.

Sejumlah pengunjung juga mulai menggunakan fasilitas-fasilitas itu. Berdasarkan ciri fisik dan pengakuan langsung, sebagian besar dari mereka berasal dari Asia, khususnya Singapura. Sementara itu, sebagian pengunjung lainnya berasal dari Eropa dan Amerika.

Cita rasa Singapura di wilayah kedaulatan Republik Indonesia itu memang begitu kental.

Sebuah restoran di kawasan itu dipenuhi oleh warga negara Singapura. Mereka berbusana santai, tapi modis. Mereka berfoto, tertawa, dan bercanda menggunakan bahasa Inggris khas Singapura.

Fasilitas di kawasan itu pun beroperasi dengan memerhatikan kenyamanan pengunjung, khususnya yang berasal dari Singapura. Hal itu terlihat dengan pengaturan tarif khusus yang menggunakan mata uang Singapura, bukan Rupiah.

Sebuah restoran menyediakan informasi sejumlah fasilitas, misalnya lapangan golf lengkap dengan peralatan pendukungnya, sewa mobil lengkap dengan supirnya, sewa vila lengkap dengan perlengkapannya, dan sewa berbagai sarana olah raga lengkap dengan prasarananya. Lagi-lagi, semua tarif diatur dalam mata uang dolar Singapura.

Infrastruktur di kawasan itu juga serba bagus. Lebar ruas jalan di kawasan itu mencapai sekitar 15 meter. Tidak ada lubang di semua ruas jalan, sehingga kendaraan bisa melaju dengan lancar.

Pihak pengembang juga memperhatikan keindahan dengan menanam berbagai tanaman hias di samping ruas jalan.

Hal itu berbeda dengan kondisi jalan di sekitar tempat tinggal penduduk setempat. Ruas jalan bagi masyarakat setempat lebih sempit dan kadang berlubang.

Pihak pengembang membangun pos penjagaan dan pagar pembatas yang secara nyata memisahkan kawasan wisata terpadu dengan permukiman penduduk.

Harapan presiden untuk menjadikan pembangunan kawasan Kepulauan Riau sebagai pendongkrak perekonomian lokal hendaknya ditaati dan diwujudkan. Hendaknya masyarakat setempat bisa ikut menikmati keindahan, bukan hanya melihat wisatawan Singapura yang sedang berlibur.

Hendaknya inspirasi "Eat, Pray, Love" bisa menyentuh masyarakat Bintan, sehingga mereka bisa makan, berdoa, dan merasakan cinta di tanah kelahiran.

Hendaknya Bintan benar-benar menjadi milik Indonesia, bukan menjadi "negara bagian" Singapura.
*****

Tuesday, March 01, 2011

BBB: Buku Bagus BuAni

Pak presiden SBY memang gemar menggelar rapat. Betapa tidak? Pak presiden masih punya tenaga untuk memimpin rapat setelah melakukan kunjungan kerja di Tanjungpinang selama tiga hari, akhir Februari 2011.

Sebelum pak presiden terbang ke Jakarta, sejumlah menteri berduyun-duyun datang ke Bandara Raja Haji Fisabilillah, Tajungpinang. Ya, mereka tidak ingin terlambat menghadiri rapat yang dipimpin langsung oleh Pak SBY.

Para menteri dan pejabat itu adalah Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, Menteri Perindustrian M.S Hidayat, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan, Menteri Perhubungan Freddy Numberi, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Gita Wirjawan.

Selain itu, juga ada Menteri Pertanian Suswono dan Ketua Komite Ekonomi Nasional Chaerul Tanjung yang tiba di Tanjungpinang menggunakan pesawat jet khusus.

Beberapa menteri yang lain sudah berada di Tanjungpinang untuk mendampingi presiden, antara lain Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, dan Mensesneg Sudi Silalahi.

Di dalam rapat, mereka bicara tentang pembangunan dan gelontoran dana investasi di Kepulauan Riau.

SBY memang pintar, begitu kata banyak orang. Kata orang juga, pidatonya memukau; bahkan sampai dibukukan sebagai pidato yang mengguncang dunia.

Bicara soal buku, Pak SBY sempat digempur dengan kabar pembagian buku di sejumlah sekolah di Jawa Tengah. Buku-buku itu berisi seluk beluk SBY; seorang mantan jenderal yang menjadi presiden....yang masih sempat mecipta lagu saat masyarakat bingung dengan kenaikan harga cabai.

Bicara soal pembagian buku, saya sempat mengintip kajadian menarik di Tanjungpinang.

Alkisah, semua orang setia menunggu pak presiden yang sedang memimpin rapat. Ada yang menunggu di dalam ruangan, ada yang menunggu sambil duduk di kursi yang tertata rapai di koridor, ada juga yang nunggu sambil berpanas-panas di pinggir landasan pacu.

Beberapa dari mereka adalah ibu-ibu pejabat daerah. Jangan sekali-kali anda berpikir ibu-ibu itu menunggu sambil berpanas-panasan. Ajudan dan panitia telah menyediakan kursi untuk diduduki, tepat di bawah atap yang tak tertembus sinar terik mentari.

Entah dari mana asalnya, tiba-tiba saja ada sepasang petugas yang menghampiri para istri pejabat itu. Satu petugas pria membawa tas plastik besar, dan seorang petugas wanita mendampingi.

Di depan salah seorang ibu pejabat yang sedang duduk manis, petugas wanita tadi mengambil sejumlah buku yang berada di dalam kantong plastik yang dibawa rekannya.

Melihat sampulnya, saya langsung mengenali buku yang dibagikan. Buku itu adalah biografi Ani Yudhoyono yang juga pasangan hati pak presiden. Judul buku itu adalah "Ani Yudhoyono, Kepak Sayap Putri Prajurit".

Namun, saya tidak begitu tahu tentang buku lain yang juga dibagikan. Yang jelas, ada gambar Bu Ani di sampul buku-buku itu.

Saya tidak sempat bertanya kepada ibu-ibu pejabat kenapa mereka mendapat buku-buku itu. Saya juga tidak sempat bertanya apakah buku itu dibeli atau gratis. Yang jelas saya tidak melihat transaksi jual beli di sana.

Ibu-ibu itu girang. Mereka bolak-balik buku itu, sambil terus tersenyum tentunya. Ibu-ibu lain yang melihat menjadi penasaran. Alhasil, hinggaplah buku Bu Ani itu dari satu tangan ke tangan yang lain.

Sepertinya, membaca buku adalah kegiatan yang sudah membudaya di keluarga Pak SBY.

Akhir-akhir ini, saya juga mulai melihat kebudayaan lain dari anggota keluarga pak presiden; 'membukukan' diri supaya dibaca orang lain. Mengapa demikian? sepertinya hanya beliau-beliau yang tahu.

Ah, saya jadi ingat kata-kata Pak Frederick Douglass, salah satu tokoh reformasi sosial di Amerika. Dia bilang, "Once you learn to read, you will be forever free".

Semoga ibu-ibu pejabat daerah itu menemukan kebebasan setelah membaca buku tentang Bu Ani, bukan malah tepenjara dalam alam pikiran tertentu.
*****